Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Angin Ketidakpastian Global Begitu Kuat Menerpa...

Kompas.com - 27/04/2018, 06:29 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Angin ketidakpastian global berhembus kencang menerpa perekonomian Indonesia, khususnya di sektor keuangan. Nilai tukar rupiah dan indeks harga saham global (IHSG) pun susah payah menahan terpaan, namun akhirnya goyah juga.

Sejak awal bulan ini, nilai tukar rupiah harus menghadapi pelemahan terhadap dollar AS. Bahkan, di pasar spot, nilai tukar rupiah nyaris menyentuh level Rp 14.000 per dollar AS.

Banyak pihak meyakini pelemahan rupiah disebabkan faktor eksternal. Bank Indonesia (BI) menilai, depresiasi rupiah lebih disebabkan penguatan mata uang dollar AS tergadap hampir semua mata yang dunia.

Penguatan dollar AS merupakan imbas kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) hingga mencapai 3,03 persen. Kenaikan ini adalah yang tertinggi sejak tahun 2013.  

Baca juga : Gubernur BI Sebut Rupiah Masih Lebih Baik Dibanding Mata Uang Asia Lainnya

"Depresiasi rupiah juga terkait faktor musiman permintaan valas yang meningkat pada kuartal II, antara lain untuk pembayaran utang luar negeri dan pembiayaan impor, dan dividen," kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo, Kamis (26/4/2018).

Adapun ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengungkapkan, ada tiga alasan rupiah mudah terdampak gejolak eksternal. Pertama, komposisi cadangan devisa Indonesia sebagian berasal dari arus modal asing jangka pendek, dikenal dengan istilah hot money dan bersifat sensitif terhadap gejolak.

Kedua adalah harga minyak dunia yang naik hingga mencapai kisaran 70 dollar AS per barrel. Kondisi tersebut membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi tidak kredibel dan berkurang daya dorongnya.

Pemerintah pun mau tak mau harus pikirkan subsidi bahan bakar minyak (BBM). "Kalau APBN terganggu harga BBM, maka akan membuat rupiah melemah," sebut Tony.

Baca juga : Pelemahan Rupiah Berlanjut, BI Buka Ruang Kenaikan Suku Bunga

Ketiga, suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate. Tony menuturkan, suku bunga yang terlalu rendah akan membuat rupiah tertekan dan tidak mendukung pertumbuhan ekonomi.

Tidak hanya rupiah, IHSG pun tak kuasa membendung kuatnya faktor eksternal. Pada penutupan perdagangan Kamis, IHSG anjlok 2,8 persen atau 170,65 poin kele level 5.909,19.

IHSG melemah sejak beberapa hari terakhir. Menurut Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (IHSG), ketidakpastian global menjadi biang keladi terperosoknya IHSG.

"Pasar global ada uncertainty (ketidakpastian), karena ada Trump effect," tutur Tito.

Baca juga : IHSG Anjlok, BEI Sebut karena Ketidakpastian Global

Analis senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada, melemahnya IHSG tidak lepas dari dampak pelemahan nilai tukar rupiah. Pelaku pasar merespon negatif lesunya mata uang Garuda.

"Pelaku pasar cenderung panik berlebihan," terang Reza.

Meski memandang kepanikan ini hanya sesaat, namun Reza menyatakan belum jelas kapan itu akan berakhir. Sebab, pelemahan IHSG berkaitan erat dengan psikologi pasar.

Pelemahan IHSG bisa saja terus berlanjut. Reza mengungkapkan, ini bisa terjadi apabila pelaku pasar masih takut untuk kembali masuk ke Indonesia.

"Bisa jadi kalau pelaku pasar masih takut untuk masuk even (bahkan ketika) harga saham sudah bisa dikatakan murah untuk masuk," imbuh Reza.

Kompas TV Pelemahan nilai tukar rupiah masih menimbulkan kekhawatiran, terutama dampak pada utang luar negeri yang harus dibayar tahun ini. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com