Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Langkah Capres Jaga Ketahanan Energi Nasional

Kompas.com - 15/02/2019, 06:08 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Debat kandidat Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 akan kembali digulirkan. Debat kedua ini akan mengangkat tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup.

Isu energi menarik untuk disimak. Masyarakat menanti gagasan dari kedua pasangan yang berkontestasi soal ketahanan energi nasional.

Sebab, cadangan energi Indonesia khususnya minyak bumi semakin menipis. Jika hal ini tak cepat ditanggulangi bukan tidak mungkin Indonesia akan ketergantungan dengan negara lain untuk mencukupi bahan bakar minyak dalam negeri.

Baca juga: Faisal Basri: Janji Kampanye Capres Harus Masuk RPJMN

Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengatakan cadangan minyak nasional terus menipis. Menurut dia, cadangan minyak nasional di tahun 1980 sebesar 11,6 miliar barel dan saat ini hanya sekitar 3,2 miliar barel.

"Artinya kita menggasak minyak jauh lebih cepat dari usaha kita memperoleh cadangan (minyak) baru, (cadangan minyak) terus diperkosa, tapi malas mengeksplorasi," ujar Faisal di Jakarta, Kamis (14/2/2019).

Faisal memprediksi jika tak ada usaha untuk mengeksplorasi cadangan minyak nasional akan habis di 2026. Selain itu, pemerintah juga harus mendiversifikasi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).

Atas dasar itu, Faisal menilai pada debat capres yang kedua ini menarik disimak visi misi para kandidat untuk menjaga ketahanan energi nasional.

"Kita ingin dapat jawaban bagaimana kedua capres dan tawarannya menghadapi cadangan energi kita yang menurun drastis," ucap dia.

Baca juga: Faisal Basri: Cadangan Minyak Terus Diperkosa, Tapi Kita Malas Mengeksplorasi

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardayo mengatakan, Produksi migas 2018 menurut dia turun 30 persen dibandingkan 2014 lalu.

Menurut Berly, turunnya jumlah produksi ini membuat Indonesia defisit energi. Hal ini disebabkan karena ketergantungan terhadap BBM impor yang sangat besar yang mencapai 41 persen.

Untuk mencukupi kebutuhan BBM dalam negeri perlu diadakan eksplorasi secara masif demi mendapatkan cadangan minyak baru. Sementara itu, kegiatan eksplorasi besar-besaran membutuhkan dana yang tak sedikit.

Pemerintah memerlukan suntikan dana dari para investor untuk menjalankan proyek itu. Namun, investasi migas Indonesia di 2018 anjlok.

Baca juga: Tak Ada Eksplorasi Besar-besaran, Investasi Minerba Diprediksi Stagnan

Para investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia karena kurangnya koordinasi antar lembaga dan tak adanya kepastian kebijakan.

Bahkan, dari sisi investasi migas, Indonesia kalah menarik dari negara-negara di kawasan Afrika, seperti Nigeria, Aljaair, dan Mozambik.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, realisasi investasi di sektor ESDM sebesar 32 miliar dollar AS atau setara Rp 462,83 triliun. Nilai itu lebih rendah dari target yang dipatok 37,2 miliar dollar AS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com